Derit suara gesekan rel dengan rodanya sudah terdengar. Pertanda kereta telah tiba. Alan merasa teramat cemas. Ini adalah pengalaman pertamanya naik kereta api. Antrean di depan loket cukup panjang. Jarum jam menunjukan pukul 10.08. Dia tahu kereta akan berangkat sepuluh menit lagi. Tapi jika dilihat dari panjangnya antrean, akan menghabiskan waktu lebih dari itu.
Alan
bukan pemuda “Petualang” yang terbiasa berpergian jauh. Dia hanya anak
rumahan. Hidupnya terbilang monotone.
Padahal, umurnya sudah hampir menginjak 20 tahun.Dia sekarang sedang
membutuhkan dua karcis kereta ke kampung neneknya. Libur sekolah Lucky hanya
satu minggu, mungkin ia hanya akan tinggal selama tiga sampai empat hari di
sana. Tak terasa dalam lamunannya, Alan sudah berhadapan dengan penjaga loket.
“
Dua karcis tujuan Bandawangi, Bu?”
“
Tunggu sebentar… “ Penjaga menjawab.
Selagi
Alan menunggu dia berkata pada Lucky bahwa ia akan membeli minum serta berpesan
pada adiknya supaya segera menuju ke dekat kereta jika telah mendapatkan
karcisnya. Tetapi Lucky malah asyik dengan Gameboy-nya.
“Cepat,
nak. Kereta sebentar lagi akan segerra berangkat. Ini karcisnya. “ Petugas
mengingatkan Lucky agar bergegas.
Dengan
santai Lucky menuju ke dekat kereta sambil tetap dengan Gameboy di tangannya. Sedikit terngiang di pikirannya pesan Alan
agar segera mendekat ke kereta dan menunggu kakaknya kembali. Namun itu tidak
membuat Lucky menghentikan jemarinya. Suara pluit kereta api berbunyi, pertanda
kereta telah melaju. Lucky tetap asyik bermain
sementara kereta yang hendak dinaikinya sudah pergi.
Bukannya dia tidak tahu kereta baru saja berangkat, tapi yang ada di pikiran
anak sebelas tahun adalah semua kereta sama jurusannya. Layaknya angkutan kota.
Kemudian ia berpindah menuju rel lain
dan menunggu di dekat kereta lain yang belum berangkat.
Dua
minuman dingin dibawa Alan,segera ia menuju ke samping kereta. Terlihat Lucky
masih ‘’anteng’’ dengan Game Boy-nya.
“Sudah
jangan terlalu lama bermainnya, itu bisa merusak matamu.”
Kemudian
mereka masuk kedalam kereta.Tertera nomor ‘’30A’’. Nomor apa itu? Mungkinkah
nomor tempat duduk? 17A, 18A, 19A…..dan
akhirnya mereka temukan tempat duduk bertuliskan nomor 30A di dindingnya.
“Ini
dia...” Alan dan Lucky langsung merebahkan tubuh mereka yang terbilang
lelah.Seperti biasa, suasana ramai kereta kelas ekonomi.Hanya ada seorang bapak
berkumis tebal yang rtengah terlelap di depan tempat duduk mereka. Melihat
suasana yang seperti itu,ternyata mereka terbawa suasana. Alan mengantuk,
begitu pula Lucky. Akhirnya mereka pun tertidur. Lelah, mungkin disebabkan
mereka bangun terlalu siang. Kemudian dengan tergesa-gesa pergi ke stasiun.
Maklum, mereka hanya tinggal berdua.
“
Permisi? Tiketnya?” Seseorang dengan berpakaian layaknya petugas kereta menepuk
bahu Alan.Ternyata sang kondektur. Alan pun terbangun.
“ Ini
tiketnya pak, untuk dua orang.”
“ Maaf
nak, kamu salah naik kereta.”
“ Apa?!
Bagaimana bisa? Aku sudah pastikan ini kereta ke….”
“ Sesuai
kebijakan Perusahaan, penumpang yang tidak meiliki tiket atau hilang, akan
diberhentikan di stasiun terdekat.” Belum selesai Alan menjelaskan, petugas itu
memotong perkataannya.
“ Jadi
saya harus bagai…” Belum sempat Alan menyelesaikan pembicaraannya, petugas itu
berlalu meninggalkannya. Tak terlihat rasa belas kasih dan toleransi yang
ditunjukan petugas itu. Wajahnya dingin. Tatapannya kosong. Sekarang, Alan
mulai bingung. Lucky masih terlelap pulas. Tak kuasa Alan membangunkannya. Alan
menjadi semakin cemas, ini pengalaman pertamanya naik kereta sendiri dan
pertama kalinya pula dia salah jalan.
To be Continued
Like this Novel page :)
To be Continued
Like this Novel page :)