Senin, 05 Agustus 2013

Cuplikan Novel "Village of the Strangers - White Dressed Girl"

           

            Derit suara gesekan rel dengan rodanya sudah terdengar. Pertanda kereta telah tiba. Alan merasa teramat cemas. Ini adalah pengalaman pertamanya naik kereta api. Antrean di depan loket cukup panjang. Jarum jam menunjukan pukul 10.08. Dia tahu kereta akan berangkat sepuluh menit lagi. Tapi jika dilihat dari panjangnya antrean, akan menghabiskan waktu lebih dari itu.
            Alan bukan pemuda “Petualang”  yang terbiasa berpergian jauh. Dia hanya anak rumahan. Hidupnya terbilang monotone. Padahal, umurnya sudah hampir menginjak 20 tahun.Dia sekarang sedang membutuhkan dua karcis kereta ke kampung neneknya. Libur sekolah Lucky hanya satu minggu, mungkin ia hanya akan tinggal selama tiga sampai empat hari di sana. Tak terasa dalam lamunannya, Alan sudah berhadapan dengan penjaga loket.
            “ Dua karcis tujuan Bandawangi, Bu?”
            “ Tunggu sebentar… “ Penjaga menjawab.

            Selagi Alan menunggu dia berkata pada Lucky bahwa ia akan membeli minum serta berpesan pada adiknya supaya segera menuju ke dekat kereta jika telah mendapatkan karcisnya. Tetapi Lucky malah asyik dengan Gameboy-nya.

            “Cepat, nak. Kereta sebentar lagi akan segerra berangkat. Ini karcisnya. “ Petugas mengingatkan Lucky agar bergegas.
            Dengan santai Lucky menuju ke dekat kereta sambil tetap dengan Gameboy di tangannya. Sedikit terngiang di pikirannya pesan Alan agar segera mendekat ke kereta dan menunggu kakaknya kembali. Namun itu tidak membuat Lucky menghentikan jemarinya. Suara pluit kereta api berbunyi, pertanda kereta telah melaju. Lucky tetap asyik bermain
sementara kereta yang hendak dinaikinya sudah pergi. Bukannya dia tidak tahu kereta baru saja berangkat, tapi yang ada di pikiran anak sebelas tahun adalah semua kereta sama jurusannya. Layaknya angkutan kota. Kemudian ia berpindah menuju  rel lain dan menunggu di dekat kereta lain yang belum berangkat.
            Dua minuman dingin dibawa Alan,segera ia menuju ke samping kereta. Terlihat Lucky masih ‘’anteng’’ dengan Game Boy-nya.
            “Sudah jangan terlalu lama bermainnya, itu bisa merusak matamu.”
            Kemudian mereka masuk kedalam kereta.Tertera nomor ‘’30A’’. Nomor apa itu? Mungkinkah nomor tempat duduk?  17A, 18A, 19A…..dan akhirnya mereka temukan tempat duduk bertuliskan nomor 30A di dindingnya.
            “Ini dia...” Alan dan Lucky langsung merebahkan tubuh mereka yang terbilang lelah.Seperti biasa, suasana ramai kereta kelas ekonomi.Hanya ada seorang bapak berkumis tebal yang rtengah terlelap di depan tempat duduk mereka. Melihat suasana yang seperti itu,ternyata mereka terbawa suasana. Alan mengantuk, begitu pula Lucky. Akhirnya mereka pun tertidur. Lelah, mungkin disebabkan mereka bangun terlalu siang. Kemudian dengan tergesa-gesa pergi ke stasiun. Maklum, mereka hanya tinggal berdua.
            “ Permisi? Tiketnya?” Seseorang dengan berpakaian layaknya petugas kereta menepuk bahu Alan.Ternyata sang kondektur. Alan pun terbangun.
            “ Ini tiketnya pak, untuk dua orang.”
            “ Maaf nak, kamu salah naik kereta.”
            “ Apa?! Bagaimana bisa? Aku sudah pastikan ini kereta ke….”
            “ Sesuai kebijakan Perusahaan, penumpang yang tidak meiliki tiket atau hilang, akan diberhentikan di stasiun terdekat.” Belum selesai Alan menjelaskan, petugas itu memotong perkataannya.

            “ Jadi saya harus bagai…” Belum sempat Alan menyelesaikan pembicaraannya, petugas itu berlalu meninggalkannya. Tak terlihat rasa belas kasih dan toleransi yang ditunjukan petugas itu. Wajahnya dingin. Tatapannya kosong. Sekarang, Alan mulai bingung. Lucky masih terlelap pulas. Tak kuasa Alan membangunkannya. Alan menjadi semakin cemas, ini pengalaman pertamanya naik kereta sendiri dan pertama kalinya pula dia salah jalan.

To be Continued 

Like this Novel page :)